Monday, June 03, 2013

SULBAR BERKIBAR SULSEL MENGGUGAT

Oleh :
MUSTARI MULA TAMMAGA
Tanpa bermaksud mendestruktif hubungan Sulsel dan Sulbar yang terbina cukup harmoni, ternyata isu pembentukan Sulawesi Barat memang sering menjadi momok tersendiri bagi (segelintir) elit di Sulsel. Belum cukup setahun provinsi ini didirikan, belum lepas masa eufhoria rakyat Sulbar menikmati kemerdekaannya, bahkan belum kering tetesan peluh para pejuang, tiba-tiba undang undang 26 Tahun 2004 digugat dan dinistakan.
Berawal dari statement Gubernur Sulawesi Selatan HM.Amin Syam yang merasa di lecehkan oleh DPR RI atas terbitnya Undang Undang 26/2004 tentang pembentukan provinsi Sulawesi Barat khususnya pada klausul yang secara eksplisit mencantumkan nilai bantuan dan sanksi jika tidak menaati UU tersebut, lalu kegelisahan ini “dicurahkan” kepada dua senator anggota dewan perwakilan asal Sulsel HM Aksa Mahmud dan Benyamin Bura (Kompas,23/11-04).
Seperti diketahui bahwa dalam UU 26/2004 pasal 15 khususnya ayat (7) di kemukakan bahwa “ Provinsi Sulawesi Selatan wajib memberikan bantuan dana kepada Privinsi Sulawesi Barat selama 2 (dua) tahun berturut-turut terhitung sejak diundangkannya Undang Undang ini paling sedikitsejumlah Rp. 8.000.000,- (delapan miliar rupiah) setiap tahun anggaran.
Dalam pasal yang sama ayat (8) ditegaskan bahwa “pemerintah provinsi Sulawesi Selatan paling kurang 2 (dua) tahun berturut turut terhitung sejak diundangkannya Undang Undang ini wajib mengalokasikan dana dalam anggaran pendapatan dan Belanja Daerah untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat di wilayah provinsi Sulawesi Barat yang jumlahnya paling sedikit sama dengan alokasi dana sebelum dilakukan pemekaran.
Selanjutnya dalam penegasan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2004 pasal 15 ayat (7) tentang pembentukan provinsi Sulawesi Barat disebutkan bahwa “bantuan dana di maksud pada pasal 15 ayat (7) di salurkan secara bertahap dari kas daerah Provinsi Sulawesi Selatan ke kas daerah Provinsi Sulawesi Barat setiap triwulan sebagai berikut :  a) Akhir bulan Maret sejumlah 25 %  b) Akhir bulan Juni 25 %  c) Akhir bilan September sejumlah 25 % dan d) Akhir bulan November sejumlah 25 %.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan semakin merasa di lecehkan ketika DPR RI mencantumkan ayat (9) pasal 15 dalam UU tersebut yang isinya menyabutkan sevara tegas sanksi-sanksi kepada Pemprov Sulsel jika tidak mentaati ayat (7) dan (8) diatas, yakni “Pemerintah memberikan sanksi berupa penundaan penyaluran pemberian dana perimbangan ke kas daerah Provinsi Sulawesi Selatan apabila pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tidak melaksanakan ketentuan ayat (7) dan ayat (8).
Statement Gubernur Amin Syam menuai beragam tanggapan, tidak terkecuali HM Aksa Mahmud Anggota DPD asal Sulsel plus Sulbar sekarang menjadi Wakil ketua MPR RI. Celakanya, pernyataan Aksa Mahmud justru berada pada posisi yang memarginalkan dan memcederai aspirasi Orang-Orang Sulbar yang nota bene adalah para konstituen ia mendukungnya menjadi senator pada pemilu Legislative yang lalu.
Tanpa merasa berdosa ia mengatakan “pihaknya akan meminta agar DPR RI mengubah UU 26/2004 khusus pada klausul yang secara Eksplisit mencantumkan tentang bantuan Rp 8 M dan saksi-saksi terhadap Pemprov Sulsel jika tidak mengindahkan UU tersebut”. Ini dalah pelecehan, tandasnya” tidak ada UU pembentukan Provinsi di Indonesia ia menyebutkan secara Eksplisit nilai bantuan Provinsi induk kepada Provinsi baru, apalagi dengan menyebut saksi bahwa dana Alokasi Umum (DAU) untuk Sulsel akan dipotong kalau tidak merealisasikanh bantuan sebesar itu. Saya akan mengusulkan kemendagri agar bias mengubah UU tersebut dan mendagri kemudian menyurat ke DPR untuk di adakan perubahan.
Pemprov Sulsel seharusnya tidak merasa dilecehkan karena sejak penyusunan rancangan UU 26/2004 sudah dilibatkan. Mekannismenya jelas dan sangat Procedural. Keinginan politik (political will) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan menerbitkan rekopmendasi dalam bentuk surat keputusan Nomor 20 Tahun 2002 Tanggal 18 September 2002 tentang persetujuan usul pembentukan provinsi Sulawesi Barat adalah bentuk apresiasi yang tinggi terhadap keinginan rakyat Sulbar.
Yang jssustru melakukan pelecehan adalah Pemprov Sulsel terhadap aspirasi rakyat Sulbar. Bertahun-tahun rakyat Sulbar dikebiri dan dijebak dalam tirani mayoritas terhadap minoritas. Alokasi dana besar Rp 8 M selama dua tahun sebenarnya terlalu minim untuk sebuah bantuan dari seorang bapak terhadap anak jika di bandingkan ketidakadilan pemerintahan pembangunan yang dilakukan sulsel selama ini bahkan Amin Syam sendiri secara legowodan simpatik telah menyatakan kesediaannya untuk membantu sang anak yang baru lahir ketika memberikan sambutan pada peresmian Provinsi Sulawesi Barat 16 November 2004 lalu di mamuju. Tetapi kenapa tiba-tiba merasa dilecehkan. Atau mungkin merasa diatas ingin karena di back up oleh senator yang sama-sama punya kepentingan terhadap Sulbar.
Sebagai rakyat yang bijak maka gugatan pemprov sulsel terhadap UU 26/2004 tidak perlu ditanggapi secara emosional apa lagi akan bertindak prontal. Kiinginan pemprov Sulsel untuk mengaman demen UU 26/2004 Bukanlah suatu hal yang mudah karena tentu akan berhadapan dengan rakyat dan harus melalui mekanisme yang jelas yaitu di usulkan Mendagri lalu mendagri menyusulkan ke DPD RI. Tetapi perlu di ingat bahwa tidak ada perkara yang sulit di negeri ini apa bila kekuasaan dan uang yang mengendalikan perkara tersebut. Karena itu perlu di lakukan oleh rakyat Sulbar khususnya para konstituen pendukun Aksa Mahmud menjadi senator di MPR RI adalah mendesak Aksa Mahmud untuk tidak bertindak diskriminativ dalam menyikapi fenomena ini
Betapa sedih dan sakitnya hati rakyat Sulbar jika Aksa Mahmud secara terang-terangan memperlihatkan keberpihakannya terhadap kepentingan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, apalagi jika aksa Mahmud berinisiatif untuk membantu Pemprov Sulsel dalam memfasilitisi proses amandemen UU 26/2004. Sementara terpilihnya menjadi senator di MPR RI bukan hanya mewakili rakyat Sulsel tetapi juga mewekili rakyat Sulbar. Karena sejatinya aksa terpilih menjadi anggota DPD tidak lepas dari distribusi kurang lebih 100 ribu Suara para pendukungnya dari rakyat Mandar yang sekarang lebih memiliki Provinsi sendiri. Ini adalah suatu keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri.
Pucuk di cinta Ulan pun tiba, Gugatan Amin Syam dan Aksa Mahmud untuk meninjau kembali (judicial review) UU 26/2004 justru disahuti Oentarto Sindung Mawardi pejabat Gubernur Sulbar. Menurut mantan Dirjen Otoda Depdagri” ketentuan dalam pasal 15 ayat (7), (8),(9) UU 26/2004 tidaklah bersifat Absolut tetapi hanya merupakan peringatan formal (Warning) agar Provinsi induk member perhatian sebagai konsekuensi persetujuan dari induk. Saya ini berpengalaman dalam penyusunan pemerintahan daerah baru dan daerah Otonom. Memang ada pernyataan dari induk sanggup membiayai daerah yang baru terbentuk tetapi dalam pelaksanaannya kadang kala berbeda dengan realitas”                      
Pernyataan senada di kemukakan Ibnu Munsir mantang anggota Komisi VI DPR RI dan Ketua Pansus Pembentuk Sulbar “ Banyak Kelurahan dari daerah-daerah yang di mekarkan terlebih dahulu baik provinsi maupun kabupaten/kota selalu mengelu karenadaerah induk setengah hati member bantuan. Karena itu UU 26/2004 Tentang pembentukan Sulbar memang di sengaja didesain agak lain dan berbeda berbeda dengan UU pemekaran sebelumnya karena berdasarkan pengalaman baik di Depdagri maupun di DPR RI selalu menerima keluhan dari daerah pemekaran akibatulah daerah induk yang tidak merealisasikan bantuan seperti yang di amanatkan dalam UU Pemekaran daerah yang bersangkutan. Atas pangalaman itulah maka Depdagri mencoba mengakomodir klausul yang secara eksplisitnilai bantuan Sulsel Untuk Sulbar“ (Pedoman Rakyat,25/11-2004)
Agaknya perdebatan antara sulsel dan Sulbar agak meruning jika elit elit sulsel tidak berbesar hati melepas anaknya untuk mandiri. Apalah arti uang sebesar Rp 8 miliar untuk daerah yang baru merangkak tertatih tatih dalam membenahi infrastuktur dan supratrukturnya. Sebenarnya jumlah nominal tersebut sudah dikurangi dari rencana semula yang diusulkan dalam RUU 26/2004 yaitu Rp 12 miliar yang dibayar selama 3 (tiga) tahun berturut. Tetapi karena pertimbangan yang sangat logis  dan tidak memberatkan provinsi induk maka jumlah tersebut dikurangi  menjadi Rp 8 miliar dan dibayar selama 2 (dua) tahun.
Sejak awal saya memang skeptis terhadap perilaku elit sulsel  mengenai penyikapannya kepada Sulbar. Nyaris tak satu pun yang berani secara tegas menyatakan dukungannya selama masih ingin menjaga keutuhan ‘’ piring”  agar tidak retak, kecuali bagi mereka yang “nekat” melawan  tirani kekuasaan, sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu elit politik partai Golkar Sulsel ketika harus didepak dari Nomor “top” ke “bottom” dalam daftar calon anggota legislative pada pemilu kemarin karena intens mengurusi Sulbar. “ini  adalah konsekuensi sebuah perjuangan” ungkapnya. Ironi memang tapi itulah kekuasaan. Kekuasaan akan menjadi kuat manakala didukung kemampuan untuk melakukan intervensi dan mengsugesti keinginan orang lain. Akan tetapi jika elit-elit Sulsel tetap nekat melakukan judicial review terhadap UU 22/2004 maka ini adalah tindakan pembodohan dan pembohongan terhadap rakyat Sulbar yang perlu disikapi secara kritis . Hidup Sulbar. (Tulisan ini dimuat pada Harian Pedoman Rakyat edisi, 28 Nopember 2004)

No comments: