OLEH :
MUSTARI MULA TAMMAGA
A. Sejarah
Sejarah
berdirinya Komite Nasional Pemuda Indonesia
(KNPI) tidak bisa dilepaskan dari
kegagalan Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) melanjutkan perannya sebagai organisasi pemersatu mahasiswa dalam
masa Orde Baru. KAMI adalah dedengkot organisasi mahasiswa angkatan 66 yang
berhasil menumbangkan rezim Orde Lama. Namun dalam perjalanannya KAMI mengalami
keretakan. Awal keretakan di tubuh organisasi KAMI mulai tumbuh, ketika
masing-masing organisasi yang tergabung dalam KAMI seperti HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam), PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI
(Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional
Indonesia) dan PMII (Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia), Organisasi Mahasiswa
Lokal (Somal), Gerakan Mahasiswa Sosialis (Gemsos), Ikatan Mahasiswa Bandung
(Imaba), dan Ikatan Mahasiswa Djakarta (Imada), mulai kembali ke akar
primordialnya baik secara ideologi maupun politik.
Walaupun
keretakan itu tidak sampai pada gerakan fisik, tetapi pertentangan ideologis sangat
terasa dalam tataran gerakan mahasiswa ketika itu. Hal ini berdampak pada
gerakan aksi mahasiswa yang cenderung terkotak kotak dan jauh dari isu
persatuan sebagaimana yang terbangun ketika KAMI masih menjadi wadah mahasiswa
melawan kekuatan rezim Orde lama. Berkurangnya
peran KAMI sebagai wadah persatuan dan kesatuan generasi muda mahasiswa
menimbulkan situasi tidak menentu dalam melanjutkan peranan kaum muda pada masa
berikutnya. Kaum muda, baik secara individual maupun secara organisasi sulit
untuk melakukan gerakan mencapai sasaran bersama ditengah situasi konflik
nasional.
Kehidupan
dunia kepemudaan pada masa setelah kemunduran KAMI memiliki beberapa ciri
menarik yang dapat dilihat dari perkembangannya. Salah satu ciri tersebut
adalah bahwa dunia kepemudaan lebih didominasi oleh para mahasiswa. Penyebabnya
adalah karena pemimpin-pemimpin organisasi pemuda lebih banyak dipegang oleh
para aktivis mahasiswa juga. Di samping itu, faktor lainnya adalah sikap
independensi yang ditampilkan oleh organisasi mahasiswa ikut mendorong
pengaruhnya di masyarakat ketimbang organisasi pemuda yang lebih banyak menjadi
underbow partai politik.
Sewaktu
organisasi mahasiswa dan pemuda melakukan kiprahnya sendiri-sendiri berdasarkan
akar idiologinya, sering timbul
kegamangan yang berwujud pada pertanyaan
tentang perlunya wadah pemersatu mahasiswa dan pemuda dalam membangun sebuah
gerakan. Dalam keadaan ini, kaum muda menyadari bahwa diperlukan suatu
orientasi baru dalam melihat persoalan bangsa dan negara. Orientasi baru
tersebut akan berorientasi pada pemikiran yang jauh melebihi kelompoknya
sendiri, sehingga dapat menjangkau seluruh bangsa dimasa kini dan masa yang
akan datang. Masalah ini pula yang menjadi perhatian kekuatan sosial politik
yang tengah tumbuh saat itu sebagai suatu gejala dalam kehidupan politik di
Indonesia yaitu Golongan Karya (Golkar).
Adalah
Median Sirait yang menjabat sebagai Sekretaris Bidang Pemuda dan Pelajar
Mahasiswa Cendekiawan dan Wanita (Papelmacenta) Golongan Karya, menyatakan
bahwa pembaharuan sosial politik dengan menampilkan ikatan-ikatan baru dengan
meninggalkan ikatan lama dan ideologi yang sempit. Papelmacenta Golkar pada
tahun 1970-an memperkenalkan ikatan-ikatan baru di kalangan mahasiswa berupa
ikatan kesamaan disiplin ilmu yang sedang dijalani. Ikatan ini kemudian dikenal
dengan ikatan mahasiswa profesi. Sejak itu dikenal dalam kehidupan mahasiswa
organisasi-organisasi profesi seperti IMKI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran
Indonesia), Mafasri (Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia), IMEI (Ikatan
Mahasiswa Ekonomi Indonesia), IMPsi ((Ikatan Mahasiswa Psikologi Indonesia),
dan lain-lainnya yang keseluruhannya mencapai 14 organisasi mahasiswa profesi.
Dari
dialog yang dikembangkan oleh para tokoh KAMI yang diperluas dengan tokoh-tokoh
dewan mahasiswa, timbul keinginan untuk mencoba mencari jalan dari kebuntuan
untuk melahirkan wadah persatuan dan kesatuan mahasiswa. Salah satu upaya
perwujudan dari usaha tersebut adalah lahirnya gagasan untuk menyelenggarakan
suatu mausyawarah nasional mahasiswa Indonesia. Hasrat lama yang tumbuh di
kalangan mahasiswa sejak 1960-an dicoba kembali untuk diwujudkan secara nyata.
Munas mahasiswa yang berlangsung di Bogor 14-21 Desember 1970 mengarah pada
pembentukan wadah persatuan nasional atau populer dengan istilah Nation Union
of Students (NUS). Namun, kesepakatan pembentukan NUS gagal tercapai. Kegagalan
ini disebabkan oleh adanya presepsi yang sama mengenai bentuk dan format yang
jelas tentang organisasi yang akan dibentuk dan juga disebabkan oleh adanya
rasa saling curiga antar organisasi ekstra universitas.
Golkar
yang menjadi kekuatan politik utama Orde Baru segera melakukan pendekatan yang
dilakukan oleh Median Sirait (Sekjend Papelmacenta), Abdul Gafur (kemudian
menjadi Menteri pemuda dan Olahraga) serta David Napitupulu terhadap organisasi
kemahasiswaan untuk mensosialisasikan gagasan pembentukan wadah kepemudaan
tingkat nasional. Perundingan dilakukan sebagai penjajagan yang lebih konkret
dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal secara bilateral antara Sekretaris
Papelmacenta dengan Ketua GMNI Suryadi, Ketua HMI Akbar Tandjung, dan pimpinan
organisasi mahasiswa lainnya seperti PMII, PMKRI, GMKI yang saat itu tergabung
dalam kelompok Cipayung. Pendekatan terhadap organisasi kepemudaan dilakukan
sama seperti yang telah dilakukan terhadap organisasi kemahasiswaan. Pertemuan
ini antara lain dilakukan dengan GPM (Gerakan Pemuda Marhaen), GP Anshor, dan
lain-pain. Pertemuan bulan Mei, Juni dan Juli dilakukan secara kontinyu, dan
praktis merupakan peyeragaman visi tentang urgensi wadah nasional yang akan
dibentuk.
Akhir
dari pergulatan organisasi mahasiswa dan pemuda dalam mencari bentuk organisasi
yang dapat menjadi wadah pemersatu pasca retaknya organisasi KAMI, maka Pada 23 Juli 1973, KNPI dideklarasikan dengan
Davd Napitupulu sebagai ketua umum pertama. Dalam sambutannya ia mengatakan
bahwa KNPI berbeda dengan bentuk organisasi pemuda yang dikenal sebelumnya,
seperti Front Pemuda yang bersifat federasi yang anggotanya terdiri dari ormas-ormas
pemuda, Komite ini tidak mengenal keanggotaan ormas, oleh karena itu Komite ini
bukanlah suatu federasi. Dengan memberanikan diri menampilkan tokoh-tokoh
eksponen pemuda yang bersumber dari semua ormas-ormas pemuda yang ada di
tingkat nasional sebagai orang yang dipercaya sebagai pemimpin KNPI ini, maka
tidak berlebihan kalau KNPI akan mempunyai resonansi di masyarakat, khususnya
di kalangan pemuda.
Melihat
sejarah berdirinya, KNPI merupakan
bagian dari strategi Orde Baru dalam rangka membangun korporatisme negara.
Usaha ini dilakukan dalam rangka penegaraan berbagai kegiatan organisasi
kemasyarakatan dan privatisasi beberapa urusan kenegaraan. Dengan kata lain,
korporatisme negara adalah suatu sistem perwakilan kepentingan yang melibatkan
pemerintah secara aktif dalam pengorganisasian kelompok kepentingan sehingga
kelompok-kelompok kepentingan itu terlibat dalam perumusan kebijakan umum.
Segera saja, setelah KNPI dibentuk, organisasi ini menjadi pengawal kebijakan
pemerintah Orde Baru di bidang kepemudaan dan kemahasiswaan.
B.Eksistensi
B.Eksistensi
Eksistensi
KNPI berlangsung cukup lama sampai lembaga ini kembali digugat setelah
tumbangnya rezim Orde Baru pada Mei 1998 dengan munculnya banyak wacana
mengenai pembubarannya. Dalam banyak hal, KNPI bukanlah representasi organisasi
kepemudaan yang kritis yang hadir untuk memberikan tanggapan atas disparitas
ekonomi, budaya, sosial dan politik pada saat itu, melainkan malah menjadi
garda depan yang ikut serta melanggengkan rezim.
Tuntutan
pembubaran KNPI bisa dilacak dan diuraikan dalam penjelasan berikut; pertama, kelahiran KNPI merupakan by
design yang diinisiasi kekuasaan dan bukan genuin yang digagas dan dipelopori
oleh para pemuda. Dalam konteks seperti ini, otentisitas/kemurnian KNPI yang
akan memperjuangkan peran pemuda menjadi nihil. Karena sifatnya yang by design,
yang terjadi adalah KNPI menjadi pelayan dan kepanjangan tangan si pembuat
desain, dalam hal ini rezim Orde Baru. Kedua,
dalam perjalanannya KNPI tidak lebih dari sekedar alat dan distribusi
kekuasaan. Tidak dimungkiri bahwa KNPI telah menjadi elan vital dan resources
politik yang strategis bagi pemerintahan Soeharto dengan manjadikan Golkar
dalam proses pengkaderan sekaligus bamper politiknya. Realitas ini dapat
diamati dari para tokoh KNPI yang kemudian menjadi anggota legislatif dan
menteri pada pemerintahan Soeharto.Ketiga,
KNPI menjadi medan magnet bagi perkelahian untuk memperebutkan struktur
organisasinya sebagai jalan untuk meretas karir di bidang politik bagi
elemen-elemen Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang terlibat didalamnya.
Karena itu KNPI lebih memperlihatkan watak sebagai organisasi kepemudaan yang
pragmatis, miskin gagasan, dan kering nilai. Kondisi ini dimungkinkan karena
memang struktur kekuasaan an-sich mengakui
KNPI sebagai satu-satunya organisasi kepemudaan yang sah dan diakui.
Reformasi
1998 telah mengkoreksi hampir seluruh peran KNPI selama ini. Idrus Marham yang
terpilih sebagai Ketua Umum pada era Reformasi mewacanakan rejuvenasi KNPI atau
penyegaran kembali peran KNPI di tengah realitas politik nasional. Rejuvenasi
dilakukan tak lain karena situasi dan kondisi atau realitas obyektif internal
dan eksternal yang dihadapi oleh KNPI telah mengalami perubahan signifikan dan
mendasar dibanding yang dialami pada Orde Baru. Rejuvenasi ini akhirnya memaksa
KNPI untuk independen dan kembali memposisikan pemuda sebagai mitra kritis
pemerintah. Dengan visi baru ini, di era reformasi eksistensi KNPI tetap
dipertahankan.
C.KNPI di era Refomasi
C.KNPI di era Refomasi
Era
reformasi yang memberikan kebebasan politik masyarakat ternyata menggiurkan
kaum muda untuk terlibat langsung pada kepentingan politik partai. Ketua Umum
KNPI Hasanuddin Yusuf yang mendirikan PPI (Partai Pemuda Indonesia) dituntut
mundur oleh sebagian besar anggota KNPI yang terdiri dari ormas pemuda dan
mahasiswa, sebab hal ini bisa membawa KNPI dan pemuda yang tergabung di
dalamnya tidak independen dan rentan dengan kepentingan partai politik. Apalagi
posisi ketua umum yang langsung menjadi ketua umum partai politik dinilai makin
mempersulit pemuda di tengah perannya sebagai salah satu entitas yang netral di
masyarakat.
Tuntutan
terhadap ketua umum KNPI Hasanuddin Yusuf agar mundur dari jabatannya menimbulkan
perpecahan di tubuh KNPI. Kongres KNPI ke-12 akhirnya berlangsung di dua kubu
yang berbeda, pertama kubu yang tetap menolak pemecatan ketua umum mengadakan
kongres di Jakarta pada 25-28 Oktober 2008 dan berhasil memilih Ahmad Doli
Kurnia sebagai Ketua Umum, sementara
kongres lainnya berlangsung di Bali pada 28 Oktober - 2 November 2008 yang
berhasil memili Azis Syamsuddin sebagai Ketua Umum. Dualisme kepemimpinan KNPI
ini makin mempersulit langkah dan gerak KNPI dalam mewujudkan perannya di tengah
masyarakat. Kepercayaan masyarakat (pemuda) terhadap eksistensi KNPI sebagai
wadah pemersatu yang dulunya mulai merekat disanubari para pemuda kini justru
semakin redup akibat dualisme kepemimpian. Beruntunglah pada Kongres Bersama
KNPI ke XIII yang dilaksanakan di Hotel Sahid Jakarta pada 25-28 Oktober 2011
berhasil memilih Taufan EN Rotorasiko.
Walaupun Kongres bersama ini hasilnya tidak diterima sebagaian kecil
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dan melakukan Kongres KNPI tandingan dengan menetapkan Akbar Zulfikar. Namun secara
de facto de jure dan de facto kubu Taufan EN Retoresiko yang diakui oleh
sebagian besar OKP yang berhimpun di KNPI yang juga diamini oleh Kementerian
Pemuda dan Olah Raga. (Diramu dar berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment