Thursday, February 20, 2020

KATEGORI DUA YANG MENDUA

Oleh :  Mustari Mula Tammaga

Beragamnya informasi tentang model, teknis dan strategi yang akan ditempuh pemerintah dalam penyelesaian nasib para honorer kategori dua membuat  para para honorer sering melakukan aksi untuk memperjelas status mereka. Informasi yang sering mendua antara pemerintah pusat dan daerah ibarat bola liar yang tidak jelas arah operannya.

Akhirnya perjuangan panjang para Tenaga Honorer Kategori Dua (THK.2)  untuk mendapatkan kejelasan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN)  mendapat angin segar ketika Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang  ASN menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)  tahun ini. UU  tersebut masuk dalam daftar 50 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan dibahas,  terutama pada revisi pasal yang menjadi payung hukum diangkatnya para tenaga honorer K2 yang telah berusia di atas 35 tahun
Namum belum juga dimulai pembahasan revisi Undang Undang tersebut,  tiba tiba saja para honorer dikagetkan oleh berita bahwa Pemerintah lewat Kementerian PAN-RB dan BKN bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI ) sepakat untuk menghapus tenaga honorer, pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan lainnya dari organisasi kepegawaian pemerintah. Kesepakatan tersebut  tertuang dalam Rapat Kerja (Raker) mengenai persiapan pelaksanaan seleksi CPNS periode 2019-2020 yang digelar pada Senin, 20 Januari 2020, di ruang rapat Komisi II DPR RI, Jakarta. seperti dilansir dari Detik, Senin, 20 Januari 2020.
Beruntunglah Ketua umum Perkumpulan Hononer K2 Indonesia Titi Purwaningsih segera meluruskan bahwa anggapan tersebut itu salah tafsir. "Saya juga tidak menyangka di lapangan kalau para tenaga honorer K2 jadi heboh gara-gara pemberitaan honorer akan dihapus. Teman-teman yang tidak ikut menyaksikan langsung rakernya berpikir akan dipecat. Padahal kan tidak begitu, justru kesepakatan itu mendorong pemerintah menyelesaikan masalah honorer K2,"
Titi Purwaningsih juga menghimbau kepada seluruh tenaga honorer K2 untuk tidak menelan mentah-mentah informasi yang beredar. Sebab, faktanya honorer K2 tidak akan dipecat. Ketua umum honorer mengutip isi kesepakatan Komisi II, KemenPAN-RB, dan BKN pada poin dua yang isinya memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di instansi pemerintah, selain Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU No 5 tahun 2014 tentang ASN.  Dengan demikian kedepannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawal seperti pegawai tetap, pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya "Kan memang begitu aturannya. Dalam UU ASN tidak ada istilah honorer, pegawai tidak tetap, dan lainnya. Yang ada PNS dan P3K. Artinya apa? Pemerintah dan DPR bersepakat agar honorer yang ada di instansi harus diperjelas statusnya. Dan ini justru menguntungkan honorer," tendasnya. Dia juga menambahkan, karena lahirnya kesepakatan tersebut, salah satunya sebab DPR mendapatkan masukan dari forum honorer pada audiensi 15 Januari 2020  tegas Titi Purwaningsih,  Seperti dilansir JPNN.com Rabu (22 Januari 2020).
Begitu pula dengan MenPAN RB Thahjo Kumolo segera melakukan klarifikasi terhadap riuhnya pemberitaan penghapusan tenaga honorer pada  kesepakatan Rapat Kerja Komisi II DPR RI, KmenPAN RB dan BKN.  MenPAN RB Thahjo Kumolo dalam konferensi pers menegaskan bahwa ” Sebenarnya, bukan penghapusan tenaga honorer di daerah tapi nanti mereka harus pindah posisi ke PNS dan PPPK. Intinya di daerah-daerah masih membutuhkan tenaga honorer,” kata Tahjo  dilansir dari Republika.co.id, Minggu (26/1/2020).
Beragamnya informasi tentang model, teknis dan strategi yang akan ditempuh pemerintah dalam penyelesaian nasib para honorer kategori dua membuat  para honorer menjadi gundah. Akibatnya para honorer sering melakukan aksi untuk memperjelas nasib mereka. Informasi yang sering mendua antara pemerintah pusat dan daerah ibarat bola liar yang tidak jelas arah operannya. Parahnya, MenPAN RB Thahjo Kumolo  juga mengaku heran  mendengar informasi beragam seputar pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Seperti sudah ditekennya Perpres Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggaran gaji PPPK sudah disetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dan, yang marak beredar soal akan diserahkannya SK P3K paling lambat akhir Maret 2020.
Yang membuat Tjahjo Kumolo prihatin, informasi tersebut justru disampaikan oleh pejabat-pejabat daerah. "Mereka belum paham masalah, tidak dicek kok bikin pernyataan. Ini akan membuat PPPK berharap banyak. Kalau tidak terbukti, pusat lagi yang disalahkan," kata Tjahjo Kumolo.
Menpan RB berjanji akan mengecek kebenaran informasi tersebut terutama soal Perpres P3K. "Saya kok belum tahu ya kalau Perpres P3K sudah diteken presiden. Nanti akan saya cek kebenarannya," tandasnya. Oleh karena beragamnya informasi yang beredar tentang masalah Tenaga Honorer Kategori Dua  yang mendua,  Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berpesan kepada para  honorer kategori dua  terkhusus bagi yang sudah lulus pada seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) di tahap I pada tahun 2019 lalu, untuk bersabar. Supaya tidak termakan oleh informasi yang tidak jelas sumber keakuratannya. Tunggu proses berjalan, jika sudah ada kebijakan menurutnya akan segera diinformasikan kepada semuanya. "Sabar, tunggu prosesnya berjalan. Kalau sudah ada kebijakan akan kami informasikan," pesan Menteri Tjahjo dilansir dari JPNNcom, Minggu (12/1/2019).
Terlepas apa dan bagaimana langkah yang akan dilakukan pemerintah dalam penyelesaian masalah honores K2, para honorer menyerahkan sepenuhnya  teknis atau mekanisme  penyelesaiannya kepada DPR RI. Mau dengan mekanisme Pansus, atau dengan mekasnis Panja, serta mau lewat revisi Undang-Undang ASN yang terpenting bagi Honorer K2 permasalahannya bisa terselesaikan. "Sebenarnya, mau lewat apapun mau panja, pansus mau revisi UU ASN ya silakan saja. Terpenting masalah Honorer K2 selesai," ujar Koorwil Honorer K2 DKI Jakarta, Nur Baitih, sebagaimana dilansir dari jpnn.com, Jumat (31/1/2020). Hal tersebut disampaikan Nur Baitih, saat merespons penolakan Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo terhadap usulan dibentuknya Pansus honorer tenaga pendidik dan kependidikan sebagaimana kesepakatan Komisi X bersama Komnas PGHRI dan PHK2I.
Lebih lanjut, Nur Baitih mengatakan sejak 2017 juga sudah ada upaya merevisi UU ASN. Namun, rencana itu mandek karena pemerintah ogah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ke DPR RI. "Kalau sekiranya pansus bisa selesai lebih cepat dari revisi UU ASN kenapa tidak dilakukan. Bukannya pansus lebih tinggi kedudukannya dari pada Panja. Kemudian jika berbicara keseriusan DPR untuk menyelesaikan masalah honorer, pihaknya tidak meragukan sedikitpun bahwa semua wakil rakyat sangat mendukung agar honorer K2 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) “ Tegasnya.
Peringatan Bom Waktu
Sebenarnya permasalahan tenaga honorer di Indonesia bukanlah hal yang baru dalam tata kelola administrasi kepegawaian di Indonesia. Pada tahun 2005 yang lalu,  pemerintah telah mengeluarkan Peraturan pemerintah Nomor 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS. Dengan ditetapkannya PP tersebut pejabat pembina kepegawaian dilarang untuk mengangkat tenaga honorer kecuali yang telah mengabdi pada tahun 2005 kebawah.
Peraturan Pemerintah tersebut  ditindaklanjuti sampai ke jajaran pemerintah daerah dengan dikeluarkannya surat edaran oleh para pejabat pembina kepegawaian setempat  kepada para Kepala Satuan Kerja Parangkat Daerah. Surat edaran tersebut secara jelas dan tegas menenkankan kepada kepala SKPD untuk tidak mengangkat tenaga honorer yang baru sampai tuntasnya penyelesaian honorer yang telah mengabdi sejak tahun 2005 kebawah.  Namun apa daya aturan tetap saja dilanggar, pengangkatan tenaga honorer justru semakin menjadi jadi dan tidak terkendali terutama dimasa perhelatan politik berlangsung. Bahkan banyak elit politik daerah secara gamblang melakukan politisasi birokrasi dengan mengangkat tenaga honorer tanpa mempertimbangkan analisis beban kerja dan kebutuhan  organisasi serta kompetensi calon tenaga honorer.
Larangan pengangkatan tenaga honorer yang tidak berdasarkan analisis kebutuhan dan beban kerja serta kompetensi tenaga honorer akan menjadi bom waktu dalam penataan administrasi kepegawaian. Seperti dilansir dari situs detik.com, edisi Sabtu (25/01/2020) Plt. Kepala Biro Humas BKN Paryono mengatakan bahwa  “Pemerintah sudah menerbitkan aturan larangan bagi setiap instansi tidak merekrut tenaga honorer dan sejenisnya. Pada tahun 2005 pemerintah pernah mengeluarkan PP.No 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, dengan PP tersebut pejabat pembina kepegawaian dilarang mengangkat tenaga honorer. Sehingga saat ini tidak ada yang mendata karena sebenarnya sudah dilarang untuk diangkat," ujar Paryono, Selasa (21/1/2020).
Penanganan Permasalahan THK II
                 Penangangan permasalahan tenaga honorer dimulai sejak tahun 2005 sampai 2014. Dari rentang waktu kurang lebih sepuluh tahun,   pemerintah telah mengangkat tenaga honorer  sebanyak 1.070.092 orang,  dengan klasifikasi  860.220 Tenaga Honorer Kategori-I (THK-I) dan 209.872 Tenaga Honorer Kategori (THK-II).  Jumlah total Tenaga Honorer yang diangkat tersebut sejak dari tahun 2005 sampai 2014 adalah sama dengan sepertiga jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) secara nasional yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga rata rata komposisi ASN di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif.
Lalu bagaimana nasib Tenaga Honorer Kategori II yang tidal lulus seleksi pada tahun 2013 lalu. ? Pertanyaan ini sangat mendasar karena terkait dengan kejelasan status para Tenaga Honorer Kategori II yang masuk data base dan telah mengikuti tes tapi tidak lulus tes. Berdasarkan data yang disampaikan oleh KemenPAN TB Tjahjo Kumolo sebagamana yang dilansir di Republika .co.id  mengatakan bahwa “ Dari jumlah 648,462 THK-II yang  berhasil lulus sebanyak 209.872 THK-II. Sementara yang tidak lulus sebanyak 438,590.orang  Penanganan THK II (THK I yang belum terangkat) merupakan hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Komisi II, VIII, serta X DPR RI dalam menangani tenaga honorer, yaitu THK II diberikan kesempatan. Namun, harus mengikuti seleksi dan hanya diberikan satu kali kesempatan seleksi. Hal ini dituangkan dalam PP nomor 56 tahun 2012,” Ujarnya.
Untuk penanganan lebih lanjut terhadap Eks THK II yang tidak lulus seleksi sebanyak 438.590 orang maka Pemerintah bersama tujuh Komisi Gabungan DPR RI yaitu Komisi I, II, III, VIII, IX, X, dan XI pada tanggal 23 Juli 2018, telah menyepakati hal-hal sebagai berikut yaitu, Bagi Eks THK II yang masih memenuhi persyaratan usia di bawah 35 tahun dan kualifikasi pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU ASN, UU Guru dan Dosen, serta UU Tenaga Kesehatan) dapat mengikuti penerimaan CPNS tahun 2018 melalui formasi khusus Guru dan Tenaga Kesehatan sesuai kebutuhan organisasi
Eks THK-II yang masih berumur dibawah 35 tahun yang memenuhi persyaratan mengikuti seleksi CPNS sebanyak 13,347. Setelah dilaksanakan proses seleksi CPNS 2018 dari sebanyak 8.765 pelamar terdaftar lulus sebanyak 6,638 guru dan 173 tenaga kesehatan. Kemudian, Eks THK II yang berusia di atas 35 tahun dan memenuhi persyaratan mengikuti seleksi PPPK khusus untuk Guru, Tenaga Kesehatan dan Penyuluh Pertanian sesuai kebutuhan organisasi, maka dilakukan seleksi PPPK akhir bulan Januari 2019 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Berdasarkan hasil seleksi PPPK  maka dinyatakan lulus dari formasi tenaga guru sebanyak 34.954, formasi tenaga kesehatan lulus sebanyak 1.792 dan formasi Tenaga Penyuluh Pertanian lulus sebanyak 11.670.Saat ini masih dalam proses pengangkatan sebagai ASN dengan status PPPK.
Bagaimana nasib THK II  yang tidak lulus Seleksi PNS atau PPPK ?
Penyelesaian tenaga honorer kategori dua akan dituntaskan dalam waktu hingga 5 tahun ke depan sampai dengan tahun 2023. Di masa transisi lima tahun tersebut bagi tenaga honorer untuk menjadi ASN melalui tes CPNS maupun seleksi P3K. Jika tidak lolos seleksi tersebut, masih ada kesempatan bagi mereka (tenaga honorer) untuk tetap bekerja di instansi pemerintah dengan sistem gaji sesuai dengan UMR.
Seperti dilansir dari situs jawapos.com, Selasa, 28 Januari 2020, 11:23:50 WIB, Setiawan Wangsaatmaja, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mengatakan, bahwa “ Pemerintah membuka peluang seluas luasnya bagi para tenaga honorer untuk mendaftar CPNS dan PPPK. Sementara bagi Honorer Kategori 2 yang berusia kurang dari 35 tahun bisa mendaftar CPNS, sedangkan honorer Kategori 2 berusia lebih dari 35 tahun bisa mengikuti seleksi P3K. ’’Silahkan, selama tenaga honorer tersebut memenuhi persyaratan. Kemudian, memang ada formasi yang dibuka oleh instansi yang mengusulkan
 Pada kesempatan yang sama Setiawan juga menuturkan dalam lima tahun, terhitung sejak PP 49/2018 terbit, pemerintah berharap tenaga honorer mengikuti prosedur seleksi. Jika tidak lolos hingga 2023, Kata Dia, mereka bisa tetap bekerja sepanjang dibutuhkan instansi pemerintah tersebut. Diberi gaji sesuai UMR di wilayah kerja masing-masing. Ditanggung oleh APBD, Oleh karena itu opsi kebijakan tersebut bergantung pada evaluasi setelah lima tahun masa transisi. Rekrutmen CPNS dan PPPK hingga 2023 memenuhi atau tidak.’’Yang jelas, keputusan tidak hanya dari Kementerian PAN RB, tapi juga melibatkan Kemendikbud, Kemenkeu, dan kementerian/lembaga lain. Intinya, dipertahankan atau tidak, itu tergantung kebutuhan organisasi,’’ Tandasnya. Setiawan juga mengatakan, pada masa transisi dimanfaatkan untuk merapikan masalah honorer. Karena itu, pihaknya bersama Kemenkeu masih menghitung kebutuhan pegawai di seluruh Indonesia. Dihitung pula berapa kekurangannya dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Termasuk mempertimbangkan kemampuan anggaran belanja pegawai pemerintah.
Dilain tempat dikatakan Ketua Umum Perkumpulan Honorer Kategori 2 Indonesia (PHK2-I) Titi Purwaningsih, membenarkan, dalam pertemuan antara pemerintah dan Komisi II DPR RI, disepakati penghapusan tenaga honorer. ’’Namun, ada kesepakatan lagi yang tidak tertuang, (yakni) akan menyelesaikan dahulu honorer kategori dua (K-2),’’ ujar Titi.Pihaknya juga tidak berkeberatan dengan penghapusan tenaga honorer itu. Apalagi, sejak 10 Januari 2013 ada surat larangan pengangkatan tenaga honorer dari pemerintah. Menurut dia, penghapusan tenaga honorer sebaiknya dimaknai sebagai komitmen pemerintah untuk mengalihkan status mereka menjadi ASN (PNS/P3K).
Ketua honorer juga berharap pemerintah memberikan solusi yang saling menguntungkan. Dia mengusulkan pembuatan payung hukum atau regulasi untuk pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS atau P3K. Apabila honorer tersebut tak lolos CPNS ataupun PPPK dalam masa transisi 5 tahun tadi, maka status si pegawai honorer akan dikembalikan ke instansi yang mengangkat.
Harapan dari ketua honorer  tersebut ditanggapi oleh  Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, Setiawan Wangsaatmaja yang mengatakan bahwa "Pertama kita kembalikan tenaga honorer itu dikontrak siapa, itu dulu yang harus kita tahu. dalam rapat bersama dengan komisi gabungan disebutkan bahwa mereka memberikan kesempatan sepanjang dibutuhkan instansi pemerintah dan diberikan gaji sesuai UMR di wilayahnya," jelas Setiawan seperti dilansir di Detik,com 9 Februari 2020.
Lebih jauh Setiawan menjelaskan "Setelah 2023 kita akan lihat masih dibutuhkan atau tidak selama masa transisi. Kita harus duduk sama Kemdikbud, Kemenkeu dan instansi pemerintah terkait lainnya," sambungnya. Setiawan mengatakan, pihaknya akan memberikan sanksi kepada instansi yang masih mengangkat tenaga honorer. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018. Dalam Pasal 96 PP itu sendiri dijelaskan, PPK (termasuk pejabat lain di instansi pemerintah) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Instansi yang masih membutuhkan tenaga tambahan didorong untuk mengambil dari pihak ketiga alias outsourcing. Setiawan menjelaskan, selama seleksi CPNS maupun PPPK belum dibuka, maka instansi masih bisa merekrut tenaga lewat pihak ketiga atau outsourcing.
Segala upaya yang telah dilakukan oleh para tenaga honorer untuk memperjuangkan kejelasan statusnya sangat diharapkan dukungan politik dari lembaga legislatif  dan dukungan penyelesaian teknis di lembaga eksekutif. Terutama terkait dengan revisi pasal dalam UU ASN yang mengatur tentang batas usia pengangkatan PNS dan Peraturan Presiden yang mengatur pengangkatan  tenaga honorer menjadi ASN  melalui jalur PPPK. Tentu saja tindak lanjut dari pemerintah  sangat diharapkan dan  dinantikan ratusan ribu tenaga honorer di Indonesia.