Friday, June 21, 2024
Tuesday, June 18, 2024
Monday, September 07, 2020
Thursday, March 19, 2020
Thursday, February 20, 2020
KATEGORI DUA YANG MENDUA
Oleh :
Mustari Mula Tammaga
Beragamnya
informasi tentang model, teknis dan strategi yang akan ditempuh pemerintah
dalam penyelesaian nasib para honorer kategori dua membuat para para honorer sering melakukan aksi untuk
memperjelas status mereka. Informasi yang sering mendua antara pemerintah pusat
dan daerah ibarat bola liar yang tidak jelas arah operannya.
Akhirnya perjuangan panjang para
Tenaga Honorer Kategori Dua (THK.2) untuk
mendapatkan kejelasan status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) mendapat angin segar ketika Undang Undang
Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) tahun ini. UU tersebut masuk dalam daftar 50 Rancangan
Undang-Undang (RUU) yang akan dibahas, terutama pada revisi pasal yang menjadi payung
hukum diangkatnya para tenaga honorer K2 yang telah berusia di atas 35 tahun
Namum belum juga dimulai pembahasan
revisi Undang Undang tersebut, tiba tiba
saja para honorer dikagetkan oleh berita bahwa Pemerintah lewat Kementerian
PAN-RB dan BKN bersama Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI
) sepakat untuk menghapus tenaga honorer, pegawai tetap, pegawai tidak tetap,
dan lainnya dari organisasi kepegawaian pemerintah. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Rapat Kerja (Raker) mengenai
persiapan pelaksanaan seleksi CPNS periode 2019-2020 yang digelar pada Senin,
20 Januari 2020, di ruang rapat Komisi II DPR RI, Jakarta. seperti dilansir
dari Detik, Senin, 20 Januari 2020.
Beruntunglah Ketua umum
Perkumpulan Hononer K2 Indonesia Titi Purwaningsih segera meluruskan bahwa anggapan
tersebut itu salah tafsir. "Saya juga tidak menyangka di lapangan kalau
para tenaga honorer K2 jadi heboh gara-gara pemberitaan honorer akan dihapus.
Teman-teman yang tidak ikut menyaksikan langsung rakernya berpikir akan
dipecat. Padahal kan tidak begitu, justru kesepakatan itu mendorong pemerintah
menyelesaikan masalah honorer K2,"
Titi Purwaningsih juga
menghimbau kepada seluruh tenaga honorer K2 untuk tidak menelan mentah-mentah
informasi yang beredar. Sebab, faktanya honorer K2 tidak akan dipecat. Ketua
umum honorer mengutip isi kesepakatan Komisi II, KemenPAN-RB, dan BKN pada poin
dua yang isinya memastikan tidak ada lagi status pegawai yang bekerja di
instansi pemerintah, selain Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah
dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU No 5 tahun
2014 tentang ASN. Dengan demikian
kedepannya secara bertahap tidak ada lagi jenis pegawal seperti pegawai tetap,
pegawai tidak tetap, tenaga honorer, dan lainnya "Kan memang begitu
aturannya. Dalam UU ASN tidak ada istilah honorer, pegawai tidak tetap, dan
lainnya. Yang ada PNS dan P3K. Artinya apa? Pemerintah dan DPR bersepakat agar
honorer yang ada di instansi harus diperjelas statusnya. Dan ini justru
menguntungkan honorer," tendasnya. Dia juga menambahkan, karena lahirnya
kesepakatan tersebut, salah satunya sebab DPR mendapatkan masukan dari forum
honorer pada audiensi 15 Januari 2020 tegas Titi Purwaningsih, Seperti dilansir JPNN.com Rabu (22 Januari
2020).
Begitu pula dengan MenPAN RB
Thahjo Kumolo segera melakukan klarifikasi terhadap riuhnya pemberitaan
penghapusan tenaga honorer pada kesepakatan
Rapat Kerja Komisi II DPR RI, KmenPAN RB dan BKN. MenPAN RB Thahjo Kumolo dalam konferensi pers menegaskan
bahwa ” Sebenarnya, bukan penghapusan tenaga honorer di daerah tapi nanti
mereka harus pindah posisi ke PNS dan PPPK. Intinya di daerah-daerah masih
membutuhkan tenaga honorer,” kata Tahjo dilansir dari Republika.co.id, Minggu
(26/1/2020).
Beragamnya informasi tentang
model, teknis dan strategi yang akan ditempuh pemerintah dalam penyelesaian nasib
para honorer kategori dua membuat para
honorer menjadi gundah. Akibatnya para honorer sering melakukan aksi untuk
memperjelas nasib mereka. Informasi yang sering mendua antara pemerintah pusat
dan daerah ibarat bola liar yang tidak jelas arah operannya. Parahnya, MenPAN
RB Thahjo Kumolo juga mengaku heran mendengar informasi beragam seputar pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Seperti sudah ditekennya Perpres
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), anggaran gaji PPPK sudah
disetujui Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dan, yang marak beredar soal akan
diserahkannya SK P3K paling lambat akhir Maret 2020.
Yang membuat Tjahjo Kumolo
prihatin, informasi tersebut justru disampaikan oleh pejabat-pejabat daerah. "Mereka
belum paham masalah, tidak dicek kok bikin pernyataan. Ini akan membuat PPPK
berharap banyak. Kalau tidak terbukti, pusat lagi yang disalahkan," kata
Tjahjo Kumolo.
Menpan RB berjanji akan
mengecek kebenaran informasi tersebut terutama soal Perpres P3K. "Saya kok
belum tahu ya kalau Perpres P3K sudah diteken presiden. Nanti akan saya cek kebenarannya,"
tandasnya. Oleh karena beragamnya informasi yang beredar tentang masalah Tenaga
Honorer Kategori Dua yang mendua, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi berpesan kepada para honorer
kategori dua terkhusus bagi yang sudah
lulus pada seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) di tahap I
pada tahun 2019 lalu, untuk bersabar. Supaya tidak termakan oleh informasi yang
tidak jelas sumber keakuratannya. Tunggu proses berjalan, jika sudah ada
kebijakan menurutnya akan segera diinformasikan kepada semuanya. "Sabar,
tunggu prosesnya berjalan. Kalau sudah ada kebijakan akan kami
informasikan," pesan Menteri Tjahjo dilansir dari JPNNcom, Minggu
(12/1/2019).
Terlepas apa dan bagaimana
langkah yang akan dilakukan pemerintah dalam penyelesaian masalah honores K2,
para honorer menyerahkan sepenuhnya
teknis atau mekanisme
penyelesaiannya kepada DPR RI. Mau dengan mekanisme Pansus, atau dengan
mekasnis Panja, serta mau lewat revisi Undang-Undang ASN yang terpenting bagi
Honorer K2 permasalahannya bisa terselesaikan. "Sebenarnya, mau lewat
apapun mau panja, pansus mau revisi UU ASN ya silakan saja. Terpenting masalah
Honorer K2 selesai," ujar Koorwil Honorer K2 DKI Jakarta, Nur Baitih,
sebagaimana dilansir dari jpnn.com, Jumat (31/1/2020). Hal tersebut disampaikan
Nur Baitih, saat merespons penolakan Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo
terhadap usulan dibentuknya Pansus honorer tenaga pendidik dan kependidikan
sebagaimana kesepakatan Komisi X bersama Komnas PGHRI dan PHK2I.
Lebih lanjut, Nur Baitih
mengatakan sejak 2017 juga sudah ada upaya merevisi UU ASN. Namun, rencana itu
mandek karena pemerintah ogah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) ke
DPR RI. "Kalau sekiranya pansus bisa selesai lebih cepat dari revisi UU
ASN kenapa tidak dilakukan. Bukannya pansus lebih tinggi kedudukannya dari pada
Panja. Kemudian jika berbicara keseriusan DPR untuk menyelesaikan masalah
honorer, pihaknya tidak meragukan sedikitpun bahwa semua wakil rakyat sangat
mendukung agar honorer K2 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) “
Tegasnya.
Peringatan
Bom Waktu
Sebenarnya permasalahan
tenaga honorer di Indonesia bukanlah hal yang baru dalam tata kelola
administrasi kepegawaian di Indonesia. Pada tahun 2005 yang lalu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
pemerintah Nomor 48 tahun 2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi
CPNS. Dengan ditetapkannya PP tersebut pejabat pembina kepegawaian dilarang untuk
mengangkat tenaga honorer kecuali yang telah mengabdi pada tahun 2005 kebawah.
Peraturan Pemerintah
tersebut ditindaklanjuti sampai ke
jajaran pemerintah daerah dengan dikeluarkannya surat edaran oleh para pejabat
pembina kepegawaian setempat kepada para
Kepala Satuan Kerja Parangkat Daerah. Surat edaran tersebut secara jelas dan
tegas menenkankan kepada kepala SKPD untuk tidak mengangkat tenaga honorer yang
baru sampai tuntasnya penyelesaian honorer yang telah mengabdi sejak tahun 2005
kebawah. Namun apa daya aturan tetap
saja dilanggar, pengangkatan tenaga honorer justru semakin menjadi jadi dan
tidak terkendali terutama dimasa perhelatan politik berlangsung. Bahkan banyak
elit politik daerah secara gamblang melakukan politisasi birokrasi dengan
mengangkat tenaga honorer tanpa mempertimbangkan analisis beban kerja dan
kebutuhan organisasi serta kompetensi
calon tenaga honorer.
Larangan pengangkatan tenaga
honorer yang tidak berdasarkan analisis kebutuhan dan beban kerja serta
kompetensi tenaga honorer akan menjadi bom waktu dalam penataan administrasi
kepegawaian. Seperti dilansir dari situs detik.com, edisi Sabtu (25/01/2020)
Plt. Kepala Biro Humas BKN Paryono mengatakan bahwa “Pemerintah sudah menerbitkan aturan larangan
bagi setiap instansi tidak merekrut tenaga honorer dan sejenisnya. Pada tahun
2005 pemerintah pernah mengeluarkan PP.No 48 tahun 2005 tentang pengangkatan
tenaga honorer menjadi CPNS, dengan PP tersebut pejabat pembina kepegawaian
dilarang mengangkat tenaga honorer. Sehingga saat ini tidak ada yang mendata
karena sebenarnya sudah dilarang untuk diangkat," ujar Paryono, Selasa
(21/1/2020).
Penanganan
Permasalahan THK II
Penangangan permasalahan tenaga honorer dimulai
sejak tahun 2005 sampai 2014. Dari rentang waktu kurang lebih sepuluh
tahun, pemerintah telah mengangkat tenaga
honorer sebanyak 1.070.092 orang, dengan klasifikasi 860.220 Tenaga Honorer Kategori-I (THK-I) dan
209.872 Tenaga Honorer Kategori (THK-II). Jumlah total Tenaga Honorer yang diangkat
tersebut sejak dari tahun 2005 sampai 2014 adalah sama dengan sepertiga jumlah
Aparatur Sipil Negara (ASN) secara nasional yang tidak sepenuhnya sesuai dengan
kebutuhan organisasi, sehingga rata rata komposisi ASN di kantor-kantor
pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif.
Lalu
bagaimana nasib Tenaga Honorer Kategori II yang tidal lulus seleksi pada tahun
2013 lalu. ? Pertanyaan ini sangat mendasar karena terkait dengan kejelasan
status para Tenaga Honorer Kategori II yang masuk data base dan telah mengikuti
tes tapi tidak lulus tes. Berdasarkan data yang disampaikan oleh KemenPAN TB
Tjahjo Kumolo sebagamana yang dilansir di Republika .co.id mengatakan bahwa “ Dari jumlah 648,462 THK-II
yang berhasil lulus sebanyak 209.872
THK-II. Sementara yang tidak lulus sebanyak 438,590.orang Penanganan THK II (THK I yang belum terangkat)
merupakan hasil kesepakatan bersama antara Pemerintah dan Komisi II, VIII,
serta X DPR RI dalam menangani tenaga honorer, yaitu THK II diberikan
kesempatan. Namun, harus mengikuti seleksi dan hanya diberikan satu kali
kesempatan seleksi. Hal ini dituangkan dalam PP nomor 56 tahun 2012,” Ujarnya.
Untuk
penanganan lebih lanjut terhadap Eks THK II yang tidak lulus seleksi sebanyak 438.590
orang maka Pemerintah bersama tujuh Komisi Gabungan DPR RI yaitu Komisi I, II,
III, VIII, IX, X, dan XI pada tanggal 23 Juli 2018, telah menyepakati hal-hal
sebagai berikut yaitu, Bagi Eks THK II yang masih memenuhi persyaratan usia di
bawah 35 tahun dan kualifikasi pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (UU ASN, UU Guru dan Dosen, serta UU Tenaga Kesehatan) dapat
mengikuti penerimaan CPNS tahun 2018 melalui formasi khusus Guru dan Tenaga
Kesehatan sesuai kebutuhan organisasi
Eks
THK-II yang masih berumur dibawah 35 tahun yang memenuhi persyaratan mengikuti
seleksi CPNS sebanyak 13,347. Setelah dilaksanakan proses seleksi CPNS 2018
dari sebanyak 8.765 pelamar terdaftar lulus sebanyak 6,638 guru dan 173 tenaga
kesehatan. Kemudian, Eks THK II yang berusia di atas 35 tahun dan memenuhi
persyaratan mengikuti seleksi PPPK khusus untuk Guru, Tenaga Kesehatan dan
Penyuluh Pertanian sesuai kebutuhan organisasi, maka dilakukan seleksi PPPK
akhir bulan Januari 2019 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018
tentang Manajemen PPPK. Berdasarkan hasil seleksi PPPK maka dinyatakan lulus dari formasi tenaga
guru sebanyak 34.954, formasi tenaga kesehatan lulus sebanyak 1.792 dan formasi
Tenaga Penyuluh Pertanian lulus sebanyak 11.670.Saat ini masih dalam proses
pengangkatan sebagai ASN dengan status PPPK.
Bagaimana
nasib THK II yang tidak lulus Seleksi
PNS atau PPPK ?
Penyelesaian
tenaga honorer kategori dua akan dituntaskan dalam waktu hingga 5 tahun ke
depan sampai dengan tahun 2023. Di masa transisi lima tahun tersebut bagi
tenaga honorer untuk menjadi ASN melalui tes CPNS maupun seleksi P3K. Jika
tidak lolos seleksi tersebut, masih ada kesempatan bagi mereka (tenaga honorer)
untuk tetap bekerja di instansi pemerintah dengan sistem gaji sesuai dengan
UMR.
Seperti
dilansir dari situs jawapos.com, Selasa, 28 Januari 2020, 11:23:50 WIB,
Setiawan Wangsaatmaja, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) mengatakan, bahwa “ Pemerintah
membuka peluang seluas luasnya bagi para tenaga honorer untuk mendaftar CPNS
dan PPPK. Sementara bagi Honorer Kategori 2 yang berusia kurang dari 35 tahun
bisa mendaftar CPNS, sedangkan honorer Kategori 2 berusia lebih dari 35 tahun
bisa mengikuti seleksi P3K. ’’Silahkan, selama tenaga honorer tersebut memenuhi
persyaratan. Kemudian, memang ada formasi yang dibuka oleh instansi yang
mengusulkan
Pada kesempatan yang sama Setiawan juga
menuturkan dalam lima tahun, terhitung sejak PP 49/2018 terbit, pemerintah
berharap tenaga honorer mengikuti prosedur seleksi. Jika tidak lolos hingga
2023, Kata Dia, mereka bisa tetap bekerja sepanjang dibutuhkan instansi
pemerintah tersebut. Diberi gaji sesuai UMR di wilayah kerja masing-masing.
Ditanggung oleh APBD, Oleh karena itu opsi kebijakan tersebut bergantung pada
evaluasi setelah lima tahun masa transisi. Rekrutmen CPNS dan PPPK hingga 2023
memenuhi atau tidak.’’Yang jelas, keputusan tidak hanya dari Kementerian PAN
RB, tapi juga melibatkan Kemendikbud, Kemenkeu, dan kementerian/lembaga lain.
Intinya, dipertahankan atau tidak, itu tergantung kebutuhan organisasi,’’
Tandasnya. Setiawan juga mengatakan, pada masa transisi dimanfaatkan untuk
merapikan masalah honorer. Karena itu, pihaknya bersama Kemenkeu masih
menghitung kebutuhan pegawai di seluruh Indonesia. Dihitung pula berapa
kekurangannya dalam 2 sampai 3 tahun ke depan. Termasuk mempertimbangkan
kemampuan anggaran belanja pegawai pemerintah.
Dilain
tempat dikatakan Ketua Umum Perkumpulan Honorer Kategori 2 Indonesia (PHK2-I)
Titi Purwaningsih, membenarkan, dalam pertemuan antara pemerintah dan Komisi II
DPR RI, disepakati penghapusan tenaga honorer. ’’Namun, ada kesepakatan lagi
yang tidak tertuang, (yakni) akan menyelesaikan dahulu honorer kategori dua
(K-2),’’ ujar Titi.Pihaknya juga tidak berkeberatan dengan penghapusan tenaga
honorer itu. Apalagi, sejak 10 Januari 2013 ada surat larangan pengangkatan
tenaga honorer dari pemerintah. Menurut dia, penghapusan tenaga honorer
sebaiknya dimaknai sebagai komitmen pemerintah untuk mengalihkan status mereka
menjadi ASN (PNS/P3K).
Ketua
honorer juga berharap pemerintah memberikan solusi yang saling menguntungkan.
Dia mengusulkan pembuatan payung hukum atau regulasi untuk pengangkatan tenaga
honorer menjadi PNS atau P3K. Apabila honorer tersebut tak lolos CPNS
ataupun PPPK dalam masa transisi 5 tahun tadi, maka status si pegawai honorer
akan dikembalikan ke instansi yang mengangkat.
Harapan dari ketua honorer tersebut
ditanggapi oleh Deputi Bidang SDM
Aparatur Kementerian PAN-RB, Setiawan Wangsaatmaja yang mengatakan bahwa "Pertama
kita kembalikan tenaga honorer itu dikontrak siapa, itu dulu yang harus kita
tahu. dalam rapat bersama dengan komisi gabungan disebutkan bahwa mereka
memberikan kesempatan sepanjang dibutuhkan instansi pemerintah dan diberikan
gaji sesuai UMR di wilayahnya," jelas Setiawan seperti dilansir di
Detik,com 9 Februari 2020.
Lebih jauh Setiawan menjelaskan "Setelah 2023 kita akan lihat masih dibutuhkan atau tidak selama masa
transisi. Kita harus duduk sama Kemdikbud, Kemenkeu dan instansi pemerintah
terkait lainnya," sambungnya. Setiawan mengatakan, pihaknya akan memberikan sanksi kepada instansi yang
masih mengangkat tenaga honorer. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 49 Tahun 2018. Dalam Pasal 96 PP itu sendiri
dijelaskan, PPK (termasuk pejabat lain di instansi pemerintah) dilarang
mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Instansi yang masih membutuhkan tenaga tambahan didorong untuk mengambil
dari pihak ketiga alias outsourcing. Setiawan menjelaskan, selama seleksi CPNS
maupun PPPK belum dibuka, maka instansi masih bisa merekrut tenaga lewat pihak
ketiga atau outsourcing.
Segala upaya yang telah
dilakukan oleh para tenaga honorer untuk memperjuangkan kejelasan statusnya
sangat diharapkan dukungan politik dari lembaga legislatif dan dukungan penyelesaian teknis di lembaga
eksekutif. Terutama terkait dengan revisi pasal dalam UU ASN yang mengatur
tentang batas usia pengangkatan PNS dan Peraturan Presiden yang mengatur
pengangkatan tenaga honorer menjadi ASN melalui jalur PPPK. Tentu saja tindak lanjut
dari pemerintah sangat diharapkan
dan dinantikan ratusan ribu tenaga
honorer di Indonesia.
Tuesday, December 24, 2019
Friday, December 13, 2019
Subscribe to:
Posts (Atom)